Sesuatu yang pada tahap awal ada kemungkinan dianggap
atau dipandang sepele, dianggap remeh, sederhana, tidak punya arti,
dapat membuat orang tercengang pada tahap-tahap berikutnya, yang adalah
tahap pengembangan.
Salah
satu contoh nyata adalah sesuatu (yang sederhana) yang telah dialami
Petrus Sugito (43), seorang laki-laki yang dilahirkan di Kalibawang,
Kulon Progo, Daerah Istimewa Jogjakarta,pada 19 Oktober 1956. Kampung
itu terletak di daerah Perbukitan Menoreh, Dusun Promasan, Desa
Bantaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo.
Dalam suasana santai dan secara
iseng, pada suatu hari Gito bertanya kepada seorang penjual buah: durian
apa yang paling enak? Gito sangat terkejut waktu mendengar jawaban
penjual buah, bahwa durian yang paling enak adalah Durian Menoreh.
Betapa tidak? Gito adalah orang Menoreh, tetapi baru kali itu dia
mendengar bahwa Durian Menoreh adalah durian paling enak. Kok dia tidak
tahu?
Rasa
penasaran Gito seketika bangkit dan terus membungkah. Apa benar Durian
Menoreh adalah yang (paling) enak? “Kok saya baru dengar. Padahal, saya
adalah orang Kalibawang di daerah Perbukitan Menoreh.”
Gito jadi rajin bertanya. Ternyata,
kata orang, Durian Menoreh masih tumbuh liar di hutan. Belum
terbudidayakan. Bagi Gito informasi itu adalah peluang yang sangat
menjanjikan untuk membuka usaha. Durian enak, masih langka. Pasaran akan
bagus, karenanya harus dibudidayakan.
Gito
memulai perburuannya, berburu Durian Menoreh pada 1987. Dilakukan
bersama Ruwet Subiyanti (49), istrinya, mulai dari Girimulyo lalu ke
Kokap, Kalibawang, Samigalung, Pengasih, Nanggulan. Selama jangka waktu
dua tahun, dari awal 1987 sampai awal 1989, Gito dan Ruwet sempat makan
700 durian. Hasilnya? Gito menemukan tiga jenis Durian Menoreh yang
menurutnya paling enak. Ketiganya berasal dari Dusun Promasan dan Dusun
Slanden di Desa Banjaroyo.
Langkah tindak lanjut Gito:
1. Menanam biji durian yang enak itu di halaman rumahnya.
2. Kepada warga setempat, antara lain Kasiyatun, Notopriyo dan
Sukidal, Gito minta potongan tunas di batang pohon diindukkan yang sudah tumbuh besar.
Di samping itu ada keanehan yang sempat terjadi. Yang ditanam ketiga warga tersebut di atas, memiliki keunggulan berbeda:
a. Daging buah durian milik Kasiyatun, berwarna jingga.
b. Daging buah durian milik Notopriyo, tebal.
c. Danging buah durian milik sukidal berwarna kuning.
Pengalaman
Gito membuktikan, bahwa menanam durian tidaklah semudah yang diduga
atau dibayangkan atau disangka. Delapan puluh biji durian enak ditanam
Gito. Tetapi, yang dapat tumbuh hanyalah enam.
Setelah
dua minggu, keenam biji durian enak itu disambung dengan mata tunas
pohon indukan. Ternyata tidak selalu berhasil. Diulang sampai tiga kali.
Dengan cara sebagaimana diuraikan di atas, akhirnya Gito berhasil
menumbuhkan lima belas pohon Durian Menoreh.
Baru
pada tahun 2000, setelah tiga kali Gito memasuki gerbang yang
menjanjikan. Pejabat pemerintah Kabupaten Kulon Progo, sebagaimana orang
banyak, telah mendengar keberhasilan Gito. Dinas Pertanian dan
Kehutanan langsung meneliti Durian Menoreh buah karya Gito. Hasilnya,
buah durian diusulkan sebagai varietas durian unggul nasional.
Pemerintah pusat kemudian menanggapinya.
Pada
tanggal 8 Mei 2007 terbit surat keputusan Menteri Pertanian tentang
ditetapkannya durian verietas Menoreh Kuning dan Jingga (Jambon) sebagai
varietas unggulan nasional.
Keunggulan yang dimiliki Durian Menoreh:
1. Warna danging jingga atau kuning cerah.
2. Ukuran relatif lebih besar.
3. Aroma buah menusuk indra penciuman pembuka (pemakan).
4. Daging mudah dipisahkan dari biji.
5. Rasa manis.
Masa
kerja Gito sampai terbitnya surat keputusan tersebut di atas adalah dua
puluh (20) tahun (1987-2007). Kini, Gito telah mempekerjakan lima puluh
orang warga desa. Semua bibit durian Gito bersertifikat dan baru siap
untuk dijual setelah berusia 6-8 bulan.
Kiat Gito untuk mengatasinya:
1. Mengatur penyiraman dan pemupukan.
2.
Secara teratur cabang pohon dipangkas, agar lebih mudah untuk memetik
buahnya, antara November-Februari, kurang lebih 100 buah/pohon.
*****
Tanpa
ada niat untuk melecehkan, Gito dan Ruwet adalah rakyat biasa, penduduk
desa di Perbukitan Menoreh, Kulon Progo, Jogjakarta. Tetapi, mereka
berdua telah dengan sangat rela mengorbankan energi mereka dalam jumlah
yang sungguh sangat besar. Waktu, tenaga, pikiran dan perasaan mereka
telah mereka persembahkan selama dua puluh tahun untuk mewujudkan
kebenaran jawaban yang menggelitik tentang Durian Menoreh yang memiliki
rasa enak.
Bukti
tentang keberhasilan Gito, yang sangat mencengangkan, tertuang dalam
surat keputusan Menteri Pertanian tentang ditetapkannya durian varietas
Menoreh Kuning dan Jingga (Jambon) sebagai varietas unggulan nasional,
pada 2007.
Di
balik kekaguman dan kebanggaan kita atas prestasi nyata yang telah
dicapai Gito dengan kerja keras, ulet dan optimis, mengganjal pertanyaan
di benak.
Bukit
Menoreh sudah ada sejak dahulu kala. Juga durian liar yang hidup di
kawasan itu. Dalam lingkungan pemerintah Kabupaten Kulon Progo, ada
Dinas Pertanian dan Kehutanan, yang salah satu tugasnya tentulah
melakukan peneltian di bidang pertanian dan kehutanan demi perkembangan.
Tetapi yang melakukan kegiatan itu adalah Gito dan Ruwet, petani
ladang.
Timbul
pertanyaan apa yang telah dilakukan Dinas Pertanian dan Kehutanan
Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, Jogjakarta? Mengapa yang diteliti
Durian Menoreh hasil karya Gito, bukannya Durian Menoreh liar
sebagaimana dilakukan Gito jauh sebelumnya? Untuk digunakan sebagai apa
energi yang dimiliki Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten Kulon Progo,
Jogjakarta, baik yang berbentuk bangunan kantor, peralatan, tenaga kerja
maupun biaya operasional?
Imbangkah
nilai hasil yng telah dicapai Dinas disbanding dengan jumlah biaya yang
telah dikeluarkan, langsung atau tidak langsung? Apa sajakah hasil yang
telah berhasil dicapai Dinas dan sudahkah hal itu dipublikasikan kepada
para petani? Alasan pembenaran tentu ada, tetapi yang jelas, kalau ada
masukan atau input tentu ada keluaran atau output, setelah masukan
diproses.
Di
bidang pertanian, hasil penelitian dan pengembangan Thailand sempat
“membanjiri dan menghantui” pasaran buah di negeri tercinta ini। Apa
sebabnya? Apa langkah antisipasi kita? Berapa banyak lembaga penelitian
di bidang pertanian di negeri ini? Apa saja yang telah dihasilkan?
Berapa banyak energi yang telah terbuang sia-sia? Mengapa kita masih
lebih suka “bertinju daripada bersama-sama menyejahterakan warga bangsa?
Apakah alasannya kita masih belajar?
BILA BERMANFAAT DAN TERTARIK SILAHKAN HBUNGI:
M-SEED
Jl. Kaliurang KM 19 Pakem Jogja
CENTRAL Produksi dan Pemasaran Benih
Bina dan Agro Konsultan
Spesifikasi: Durian Menoreh Jambon, Kuning, dan Legit
SK Mentan:
No. 316&317/kpts/SR.120/5/2007
Proses Sertifikasi dari BPSB DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Phone:M-SEED
0813 1388 8479
e-mail : durianmenoreh@ymail.com
www : durianmenoreh.com